Benar kata orang bahwa cinta itu buta, tidak mengenal paras dan rupa, tidak mengenal pangkat dan derma, tidak mengenal kaya dan miskin, tidak mengenal keturunan siapa, tidak memandang usia,,, siapa saja jika telah jatuh cinta dunia serasa milik berdua, tentunya cinta yang masih sakral dan menjaga kesuciannya bukan cinta yang berdasarkan birahi seperti yang sering kita lihat di zaman sekarang.
Kisah ini terjadi antara dua sejoli yang entah kenapa semenjak pandangan pertamanya telah saling jatuh cinta, memang sebelumnya mereka hanya diperkenalkan dari seorang teman dan menjalin hubungan dari handphone seluler saja sampai akhirnya bertemu dan saling menyatakan kasih dan sayangnya.
Seperti kata orang bijak bahwa kita tak selamanya mendapatkan apa yang kita inginkan, “terkadang apa yang kita anggap baik ternyata buruk untuk kita, dan terkadang apa yang kita tidak sukai ternyata hal itu baik untuk kita” begitulah nasib yang menimpa kedua sejoli yang telah dimabuk cinta tersebut. Aral melintang dahsyat dari orang tua sang gadis karena alasan usia sang pemuda yang 3 tahun lebih muda dibawahnya.
Sementara kedua sejoli tersebut sudah tidak dapat dipisahkan lagi, sambil menunggu study sang gadis selesai sang pemuda rela menunggunya selama dua tahun lebih, dan mereka membuat kesepakatan untuk memperjuangkan cinta mereka hingga orang tua kedua belah pihak merestuinya.
Berbagai rintangan menghadang, cerita masa lalu kedua sejoli ini tak semulus yang di bayangkan dan berdampak dalam hubungan mereka meski keduanya telah sama-sama bisa saling menerima namun ujian cinta sungguh sangat berat dirasakan.
Ketika proses menunggu itu sang gadis yang memang cerdas dan aktivis salah satu organisasi mahasiswa semakin hari karirnya semakin memuncak. Skillnya benar-benar terasah sempurna berbagai bidang mampu ia lakukan hingga banyak pria yang ingin mempersuntingnya tentunya banyak juga yang lebih sempurna dari kekasihnya, yang lebih mapan dan mempunyai pendidikan tinggi seperti yang diinginkan orang tuanya. Namun cintanya kepada sang pemuda sudah tidak bisa dinegosiasi lagi, bahkan teman-teman dekatnya pun sampai mengatakan dirinya bodoh memiliki selera rendah, masak anak kuliyahan yang karirnya terus melejit jauh-jauh dari daerah ke Jakarta, kok sukanya sama orang kampungan yang tidak kuliyah lagi, begitulah tanggapa teman-temannya, namun sang gadis tidak pernah mendengarkan kata-kat yang terus menghujamnya itu, justru setiap hari ia semakin rindu untuk bertemu dengan kekasihnya yang memang berjauhan dengannya antara Jakarta dan Pekanbaru.
Sementara itu sang pemuda yang hanya lulusan pesantren setara SMA, masih selalu setia menunggu kehadiran sang kekasih hati sambil bekerja sebagai buruh disebuah pabrik kelapa sawit daerah dumai, meski sebenarnya ia dari keluarga yang kaya dan keturunan yang terpandang namun mekinginannya untuk mandiri membuat banyak orangkagum padanya walaupun dahulunya ia memang sangat nakal dan susah diaturdan kenakalannya dimasa lalu itu membuatnya tidak ingin melanjutkan jenjang study. Ia ingin mandiri secara sepurna untuk menghidupi kekasih pujaan hatinya kelak.
Sang pemuda pun mulai merasa resah dengan penantiannya, ia merasa minder dengan kekasihnya yang semakin hari karirnya semakin eningkat dan kini sudah mulai menyelesaikan magisternya dengan nilai cumloude, sementara dirinya hanya lulusan sma yang tinggal di desa. Namun rasa sayangnya kepada sang kekasih membuatnya tidak bisa mencari yang lain.
Seiring berjalannya waktu, kesetaraan keduanya semakin jauh berbeda, meski cinta tak pernah berubah tapi sang wanita yang penuh dengan karir dan kesibukannya mulai hanya memiliki sedikit waktu untuk menelpon atau sekedar sms kepada kekasihnya, yang terfikir saat itu hanya karir dan masa depan agar orang tuanya bisa berubah fikiran dan merestui hubungan mereka. Sang pemuda tetap setia menunggu dan positif thinking, sambil menunggu kepulangan kekasih hatinya ia menyibukkan diri dalam bekerja lebih keras lagi dan karirnya pun semakin hari semakin meningkat.
Hingga masa yang ditunggu-tunggu itu tiba,,, tiga tahun sudah berlalu dan saat itu lah masa perjumpaan yang dinanti-nantikan telah tiba, dengan sengaja sang wanita tidak langsung pulang ke rumah orang tuanya tapi singgah di pekanbaru untuk melepas rindu kepada para sahabatnya, dan menunggu kekasihnya untuk bertemu melepas beban rindu yang telah lama memuncak. Tapi apalah daya kita manusia hanya bisa berusaha sementara tuhan yang menentukan.
Dalam pertemuan itu mereka berharap orang tuanya telah berubah fikiran dan merestui hubungan keduanya, dengan pencapaian karirdan prestasi sang gadis seperti yang diminta orang tuanya telah terpenuhi, ia berharap hal itu dapat menjadi pertimbangan kedua orang tuanya namun apalah daya seorang anak hanya dapat berbakti untuk kedua orang tuanya, ia tidak ingin dikatakan anak durhaka,,, hingga akhirnya hubungan keduanya pun terpisah setelah penantian yang lama.
Komunikasi keduanya mulai renggang dan sang wanita mulai sakit-sakitan menahan rindu yang tak tersampaikan, orangtuanya telah mengantarkanya berobat dimanapun tapi tetap saja tidak kunjung sembuh, hingga akhirnya orang tuanya mengerti apa penyebab sakitnya itu.
Demi rasa kasih sayang terhadap anaknya yang telah berkorban banyak untuk keluarga, orang tua sang gadis pun akhirnya merestui hubungan kedua sejoli yang dimabuk cinta itu. Namun nasi telah menjadi bubur. Karena merasa direndahkan, sang pria pun memutuskan untuk melanjutkan study nya ke negri jiran malaysia untuk membuktikan bahwa ia layak diterima sebagai menantu yang baik. Namun malang tak dapat ditolak untung tak dapat di minta, dalam perjalanan ke malaysia pagi itu pesawat yang ditumpanginya mengalami kecelakaan karena cuaca yang buruk. Dari data-data korban yang di peroleh sang pria merupakan salah satu korban saat itu. Hancur sudah harapan yang telah ada di depan mata. Takdir berkehendak berbeda dengan apa yang kita inginkan.
Mendengar berita kematian kekasihnya sang gadis pun shok dan sakitnya menjadi tambah parah, dua hari kemudian dokter menyatakan bahwa sang gadis menderita kangker otak stadium 4 yang sudah tidak dapat tertolong lagi, prediksi dokter usianya hanya dapat dihitung dengan jari. Karena keadaan yang semakin memburuk dan gairah hidup yang sudah tak ada lagi dalam diri sang gadis, dokter pun semakin mengkhawatirkan kondisinya akan semakin berbahaya. Hari itu ia terus menangis sambil memeluk erat bundanya memohon ampun kepada kedua orangtuanya atas kekhilafannya tidak menuruti kemauan mereka karena cintanya yang telah menemukan jalannya sendiri untuk terus bertahan memperjuangkan rasa yang kini tinggal cerita, kisahnya mengalir bagaikan air hingga menemukan muara. Ia terus meminta maaf sampai rasa sakit di kepalanya tidak dapat ia rasakan lagi dan dalam pelukan mesra sang bunda, gadis itu menghembuskan nafas terakhirnya untuk menemui sang kekasih dan mengungkapkan rindu yang sudah tak dapat dibendung lagi.
Kejadian itu sangat membuat orangtuanya terpukul dan pilu. Kini orang tua hanya bisa menyesal atas kemutlakan kehendak yang telah mengantar anak yang sangat berbakti itu kepada kematian. Tak ada lagi keceriaan dan tawa yang didengar dengan karir-karir gemilang yang telah di capai sang anak. Semuanya seakan sia-sia tanpa guna. Namun Kisah cinta dua sejoli yang suci akan tetap abadi sampai mati.